LAPORAN
PRAKTIKUM
TEKNOLOGI
GULA DAN KEMBANG GULA
PEMBUATAN
GULA SEMUT SECARA REPROSESING GULA MERAH CETAK
Kelompok
5
Clara
Sania Krisanta 1610511048
Dara
Widya Yudhistira H. S 1610511049
Vina
Prilatmi Anggraeni 1610511050
Lenovia
Idha Pola Sitohang 1610511055
Bryan 1610511060
PROGRAM
STUDI ILMU DAN TEKNOLOGI PANGAN
FAKULTAS
TEKNOLOGI PERTANIAN
UNIVERSITAS
UDAYANA
2019
BAB 1
BAB 1
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Umumnya hasil olahan gula cetak di
tingkat petani dan industri rumah tangga mutunya masih rendah disebabkan pengolahan
belum dilakukan secara baik, sehingga produk yang dihasilkan cepat meleleh,
karena masih mengandung kadar air cukup tinggi 15˗17% (Kindangan dan Layuk,
2011 dalam Joseph dan Layuk, 2012).
Kadar air gula cetak tersebut cukup tinggi jika dibandingkan dengan syarat mutu
gula merah (SNI 0268˗85), yaitu kadar air maksimal 3%. Tingginya kadar air gula
merah berpengaruh terhadap daya tahan simpan, umumnya produk yang disimpan
bertahan kurang lebih 3 sampa 4 minggu, gula akan berubah warna menjadi coklat
kehitaman dengan struktur gula lembek dan mudah meleleh. Pada kondisi ini nilai
jual produk gula turun sebesar 50% (Joseph dan Layuk, 2012).
Upaya meningkatkan nilai jual gula
aren yang lembek dengan cara mengolah menjadi gula aren granular (gula semut),
melalui peleburan kembali gula cetak dengan penambahan air menjadi larutan
gula, kemudian dimasak menjadi granular (serbuk). Upaya untuk meningkatkan daya
kristalisasi tersebut pada suatu kepekatan tertentu dapat ditambahkan gula
pasir sebagai inti proses kristalisasi (Purnomo et al., 2004 dalam Joseph
dan Layuk, 2012). Untuk mempercepat terbentuknya kristal dalam pengolahan dan
meningkatkan kemapuan untuk dapat digranulasi, maka perlu penambahan gula pasir
sebagai bibit (Soeharsono, 1988 dalam Joseph
dan Layuk, 2012). Pada pembuatan gula granular suhu pemasakan berkisar 100 ⁰C ˗
125 ⁰C (Fennema, 1985; Wieenam dan Shalleberger dalam Joseph dan Layuk, 2012). Oleh karena itu, perlu dilakukan
praktikum untuk mengetahui cara pembuatan gula semut dan mengetahui perbedaan karakteristik gula semut yang dihasilkan.
1.2 Tujuan
- Mahasiswa mampu melaksanakan proses pembuatan gula semut secara reprosesing
- Mahasiswa dapat membedakan karakteristik gula semut yang dihasilkan.
BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA
TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Gula
Merah
Gula merah atau gula jawa memiliki bentuk padat
berwarna coklat kemerahan hingga cokelat tua. Gula merah atau gula palma
merupakan gula yang dihasilkan dari pengolahan nira pohon palma yaitu aren (Arenga pinnata Merr), nipah (Nypafruticans), siwalan (Borassus flabellifera Linn), dan kelapa
(Cocos nucifera Linn). Gula merah
pada umumnya berbentuk setengah bulat yang dicetak menggunakan tempurung kelapa
atau berbentuk silindris yang dicetak dengan bambu.
Gula merah memiliki indeks glikemik yang rendah yaitu sebesar
35. Gula merah juga mengandung sejumlah zat gizi yang tidak terdapat atau
sangat sedikit terdapat dalam gula pasir. Gula merah kelapa juga mengandung
sejumlah asam amino dan vitamin. Selain itu gula merah juga mengandung mineral
yang tidak terdapat pada gula pasir seperti mangan dan boron.
Pembuatan guka merah dilakukan dengan menyadap nira
sebagai bahan baku gula merah, kemudian disaring dan dipnasakan dengan suhu
110-120°C hingga nira mengental dan berwarna kecoklatan. Tahap selanjutnya
yaitu pencetakan dan pendiginan gula hingga mengeras (Balai Penelitian Tanaman
Palma, 2010).
Gula merah cetak memiliki banyak kegunaan selain
sebagai pemanis makanan juga digunakan sebagai penyedap masakan, campuran dalam
pembuatan cuka untuk empek-empek, kecap dan lain-lain. Gula merah cetak
memiliki sifat sensori yang berbeda tergantung pada bahan baku pembuatannya.
Untuk gula merah cetak dari nira aren memiliki aroma khas aren, warna coklat
muda, rasa lebih manis dan bersih. Gula merah cetak dari nira kelapa memiliki
warna coklat yang lebih gelap, aroma khas kelapa, manis dan sedikit kotor
sehingga perlu disaring bila akan digunakan dalam bentuk cair. Gula merah yang
berkualitas memenuhi syarat Standar Nasional Indonesia yang dijelaskan pada
Tabel 1.
Tabel 2. Persyaratan Mutu Gula
Palma Menurut SNI 01-3743-1995

2.2. Gula
Semut
Gula semut atau palm
sugar merupakan gula merah versi serbuk/kristal yang dihasilkan oleh
pepohonan keluarga palma (Arecaceae)
(Balai Informasi Pertanian, 2000). Bahan dasar untuk membuat gula semut adalah
nira dari pohon kelapa, aren/enau, nipah, lontar maupun tebu. Gula semut
memiliki beberapa kelebihan dibandingkan dengan gula lainnya yaitu lebih mudah
larut, daya simpan lebih lama, karena kadar air kurang dari 3%, bentuknya lebih
menarik, pengemasan dan pengangkutan lebih mudah, rasa dan aroma lebih khas,
serta harga yang lebih tinggi daripada gula kelapa cetak biasa. Gula semut
dimanfaatkan sebagai bumbu masak, pemanis minuman (sirup, susu, soft drink) dan
untuk keperluan pemanis untuk industri makanan seperti adonan roti, kue, kolak,
dan lain-lain (Mustaufik dan Karseno, 2004).
Gula aren yang lembek dapat ditingkatkan nilai jualnya
dengan cara mengolah menjadi gula aren granular (gula semut), melalui peleburan
kembali gula cetak dengan penambahan air menjadi larutan gula, kemudian dimasak
menjadi granular (serbuk). Upaya untuk meningkatkan daya kristalisasi tersebut
pada suatu kepekatan tertentu dapat ditambahkan gula pasir sebagai inti proses
kristalisasi (Purnomo et al., 2004). Untuk mempercepat terbentuknya kristal
dalam pengolahan dan meningkatkan kemampuan untuk dapat digranulasi, maka perlu
penambahan gula pasir sebagai bibit (Soeharsono, 1988). Pada pembuatan gula
granular suhu pemasakan berkisar 100°C – 125°C. (Wieenam dan Shallenberger,
1987).
Menurut Yoseph (2012) melaporkan bahwa semakin banyak
penambahan gula pasir maka semakin besar pula terbentuk kristal gula dalam
proses kristalisasi, sehingga dapat mencegah terurainya sukrosa menjadi
gula-gula sederhana yang dapat memperkecil terjadinya reaksi pencoklatan.
Namun, semakin tinggi suhu pembibitan maka indeks pencoklatan gula semakin
tinggi, sehingga warna coklat akan semakin dominan pada gula aren granular. Hal
ini disebabkan terurainya sukrosa menjadi gula reduksi oleh suhu tinggi yang
kemudian bereaksi dengan asam amino membentuk senyawa melanoidin yang berwarna
coklat. Kecepatan pembentukan warna coklat dipengaruhi oleh sifat asam amino
atau protein dan karbohidrat atau gula yang bereaksi, sedangkan faktor lain
yang mempengaruhi terhadap reaksi pencoklatan adalah suhu, pH dan aktivitas air
(Fennema, 1985). Adapun syarat mutu gula semut sesuai dengan Standar Nasional
Indonesia dijelaskan dalam Tabel 2.
Tabel 3. Persyaratan Mutu Gula Semut Menurut SNI (SII
0268-85)

BAB 3
METODOLOGI
3.1 Bahan
Ø
Gula
Cetak (Gula Merah)
Ø
Air
Bersih
Ø
Kristal
Sukrosa
3.2
Alat
Ø
Wajan
Anti Lengket / Panci
Ø
Sendok
Kayu
Ø
Kompor
Ø
Thermometer
Ø
Timbangan
Ø
Gelas
Ukur
3.3
Cara Kerja
- Gula kelapa dicetak,lalu diiris halus untuk mempermudah proses pelarutan
- Irisan gula merah dilarutkan dalam air dengan perbandingan 2:1 b/v
- Larutan yang diperoleh disaring dengan kain saring untuk memisahkan kotoran yang terdapat pada gula merah
- Selanjutnya larutan gula merah dipanaskansambil diaduk-aduk pada suhu pemasakan (160oC)
- Proses pemasakan dihentikan setelah larutan mencapai kekentalan 76 brix atau ditandai dengan mengerasnya larutan gula tersebut
- Selanjutnya dilakukan proses pengkristalan dengan menambahkan gula 2.5 % b/v dan dilakukan pengadukan dengan perlahan-lahan dan setelah terjadi pengkristalan,proses pengadukan dipercepat sehingga diperoleh gula berbentuk serbuk / butiran
- Gula semut dihitung rendemennya
BAB 4
HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1 Hasil
Gula
semut yang dihasilkan :

Warna
: Coklat muda
Tekstur
: lengket
Bentuk
: kristal besar
Rasa
: kurang manis dibandingkan dengan gula merah yang digunakan
Aroma
: gula biasa
4.2 Pembahasan
Gula
semut atau palm sugar merupakan gula merah versi serbuk/kristal yang dihasilkan oleh pepohonan
keluarga palma (Arecaceae) (Balai Informasi
Pertanian, 2000). Bahan dasar untuk membuat gula semut adalah nira dari pohon kelapa, aren/enau, nipah, lontar
maupun tebu.
Gula
semut yang dihasilkan pada penelitian ini kurang sesuai dengan SNI. Jika
dibandingkan dengan SNI dari aspek bentuk dan tekstur tidak sesuai tapi untuk
aspek rasa, aroma dan warna sesuai. Gula semut yang dihasilkan memiliki bentuk
kristal besar sedangkan pada standar yang ada seharusnya berbentuk kristal
normal seperti gula pasir. Dari aspek tekstur seharusnya normal seperti gula
pasir tapi gula semut yang dihasilkan bertekstur lengket.
Ketidaksesuaian
bentuk dan tekstur ini dapat diperbaiki dengan cara meningkatkan daya
kristalisasi pada suatu kepekatan tertentu dan dapat ditambahkan gula pasir
sebagai inti proses kristalisasi (Purnomo et al., 2004). Untuk mempercepat
terbentuknya kristal dalam pengolahan dan meningkatkan kemampuan untuk dapat
digranulasi, maka perlu penambahan gula pasir sebagai bibit (Soeharsono, 1988).
Pada pembuatan gula granular suhu pemasakan berkisar 100°C – 125°C. (Wieenam
dan Shallenberger, 1987).
Semakin
banyak penambahan gula pasir maka semakin besar pula terbentuk kristal gula
dalam proses kristalisasi, sehingga dapat mencegah terurainya sukrosa menjadi
gula- gula sederhana yang dapat memperkecil terjadinya reaksi pencoklatan.
Namun, semakin tinggi suhu pembibitan maka indeks pencoklatan gula semakin
tinggi, sehingga warna coklat akan semakin dominan pada gula aren granular
(Yoseph,2012). Hal ini disebabkan terurainya sukrosa menjadi gula reduksi oleh
suhu tinggi yang kemudian bereaksi dengan asam amino membentuk senyawa
melanoidin yang berwarna coklat.
Warna
gula semut yang dihasilkan sama dengan warna gula semut yang ada dipasaran.
Pembentukan warna coklat dipengaruhi oleh sifat asam amino atau protein dan
karbohidrat atau gula yang bereaksi, sedangkan faktor lain yang mempengaruhi
terhadap reaksi pencoklatan adalah suhu, pH dan aktivitas air (Fennema, 1985).
Rasa
dari gula pasir yang dihasilkan tidak semanis gula aren yang digunakan. Hal ini
terjadi karena pada proses pembuatan gula semut terdapat penambahan air dan
pada proses pemanasan air tersebut menguap sehingga kandungan sukrosa pada gula
semut yang dihasilkan lebih sedikit.
BAB 5
PENUTUP
5.1
Simpulan
Kesimpulan
pada praktikum kali ini yaitu;
- Gula semut yang dihasilkan memiliki bentuk kristal besar sedangkan pada standar yang ada seharusnya berbentuk kristal normal seperti gula pasir.
- Dari aspek tekstur seharusnya normal seperti gula pasir tapi gula semut yang dihasilkan bertekstur lengket.
- Warna gula semut yang dihasilkan sama dengan warna gula semut yang ada dipasaran.
- Rasa dari gula pasir yang dihasilkan tidak semanis gula aren yang digunakan.
DAFTAR PUSTAKA
Badan Standarisasi Nasional. 1995. SNI: Gula
Kelapa Krital SII 0268-85. Standar Nasional Indonesia. Jakarta.
Badan Standarisasi Nasional. 1995. SNI: Gula
Palma SNI 01-3743-1995. Standar Nasional Indonesia. Jakarta.
Balai Penelitian Tanaman Palma. 2010.
Pemanfaatan Tumbuhan Palma. Manado. Sulawesi Utara.
Joseph, G. H dan Payung Layuk. 2012.
Pengolahan Gula Semut dari Aren. B. Palma Vol. 13 No. 1: 60˗65. Balai
Pengkajian Teknologi Pertanian, Sulawesi Utara.
Mustaufik dan Karseno. 2004. Penerapan Dan
Pengembangan Teknologi Produksi Gula kelapa kristal Berstandar Mutu SNI untuk
Meningkatkan Pendapatan Pengrajin Gula Kelapa di Kabupaten Banyumas. Laporan
Pengabdian Masyarakat. Program Pengembangan Teknologi Tepat Guna. Jurusan
Teknologi Pertanian Unsoed, Purwokerto.
Purnomo Edi, Nahdodin dan P.D.N Mirzawan.
2004. Pengolahan nira aren menjadi gula kristal. Pengembangan Tanaman Aren,
Proseding Seminar Nasional Aren Tondano, 9 Juni 2004. Balai Penelitian Tanaman
Kelapa dan Palma Lain, Litbang Pertanian.
Soeharsono Martoharsono. 1988. Upaya
menghasil-kan gula kelapa pasir melalui pembibitan dan pengadukan terbatas.
Fakultas Teknologi Pertanian UGM. Yogyakarta.
Wieenam, W.J. and R.S. Shallenberger. 1987.
Influence of acid and temperature on the rate of infersion of sucrosa. New
Delhi.
Yoseph, G.H. dan Payung Layuk. 2012.
Pengolahan Gula Semut dari Aren. Balai Pengkajian Teknologi Pertanian. Sulawesi
Utara.
Komentar
Posting Komentar